Minggu, 22 April 2012

KI AGENG PENJAWI



Ki Ageng Penjawi bersama Pemanahan dan Jurumertani ketika masih muda, pemah berguru kepada Ki Ageng Sela. Mereka bertiga disebut tiga serangkai, yang masih keturunan Raja Brawijaya V atau Prabu Kertabumi yang bertahta pada tahun l468 – l478 M.
Silsilah KiAgeng Penjawi adalah sebagai berikut:Raja Brawijaya V berputra Raden Bondan Kejawan. Raden Bondan Kejawan mempunyai tiga putra yang bungsu putri bernama Rara Kasihan diperistri Ki Ageng Ngerang. Pasangan antara Ki Ageng Ngerang dengan Rara Kasihan ini menurunkan dua putra orang yaitu Ki Ageng Ngerang II dan seorang putri (diperistri Ki Ageng Sela).  Ki Ageng Ngerang II mempunyai putra empat yaitu Ki Ageng Ngerang III, Ki Ageng Ngerang IV, Ki Ageng Ngerang V, dan Pangeran Kalijenar. Ki Ageng Ngerang III mempunyai putra bernama Penjawi.
Silsilah Ki Ageng Pemanahan  sebagai berikut : Putra Raden Bondan Kejawan yang nomor dua bernama Ki Ageng Getas Pandawa. Ki Ageng Getas Pandawa berputra  Ki Ageng Sela.
Ki Ageng Sela berputra Ki Ageng Enis. Ki Ageng Enis menurunkan putra bernama Pemanahan.
Silsilah Ki Jurumertani sebagai berikut : putra Raden Bondan Kejawan yang tertua adalah Ki Ageng Wanasaba. Ki Ageng Wanasaba berputra Pangeran Made Pandan I. Pangeran Made Pandan I berputra Ki Ageng Pakringan yang mempunyai isri bemama Rara Janten. Dari pasangan ini mempunyai empat putra  yaitu  Ageng Nyai Laweh,  Nyai Manggar, Putri, dan Jurumertani.
Ki Ageng Penjawi, Ki Ageng Pemanahan dan Ki Jurumertani yang  masih keturunan Raja Brawijaya tersebut mempunyai peran besar dalam rangka ikut menyelesaikan konflik keluarga Kerajaan Demak yang memakan korban besar.
Kabut tebal menyelimuti bumi sebuah Demak dalam perebutan kekuasaan. Hal tersebut dipicu ulah Bupati Jipang Panolan bemama Arya Penangsang putra yang tidak lain adalah Pangeran Suryawiyata (Pangeran Sedalepen). Arya Penangsang hatinya kecewa setelah mengetahui bahwa sebenamya yang bakal naik  tahta mengganti Sultan  di Demak sepeninggal Sultan Trenggono adalah dirinya, tetapi yang diangkat justru Jaka Tingkir yang hanya putera menantu  Sultan Trenggono.
Kekecewaan  Arya Penangsang memunculkan niat jahat untuk  membunuh semua keturunan Sultan Trenggono. Untuk mewujudkan cita-cita tidak baik yang  itu Arya Penangsang mengadakan pertemuan yang dihadiri oleh laskar   Soreng. Di hadapan para Soreng, Arya Penangsang memerintahkan untuk membunuh secara besar-besaran. Pertama kali yang harus dibunuh  adalah Pangeran Mukmin beserta istrinya, sebagai balas dendam, karena diketahui bahwa yang melakukan pembunuhan terhadapPangeran  Suryawiyata adalah Pangeran Mukmin.  Yang kedua, adalah menghabisi Pangeran Hadiri, suami Ratu Kalinyamat. Adapun Sultan Pajang akan dihabisi sendiri oleh Arya Penangsang. Setelah memahami perintah Arya Penangsang, para Soreng mohon pamit untuk melaksanakan tugas sesuai yang diembannya.
Para dengan membawa Soreng  Keris Brongot Setan Kober tidak mengalami kesulitan untuk melakukan aksinya. Bahkan, rakyat kecil yang dicurigai memihak Jaka Tingkir atau Sultan Hadiwijaya dibunuh juga. Setelah berhasil membunuh Pangeran  Mukmin, para Soreng  bergerak memburu  Pangeran Hadiri  dan Ratu   Kalinyamat yang sedang menghadap Sunan Kudus. Beberapa  hari para Soreng mengadakan pengintaian dan pencegatan sepanjang jalan antara  Kudus hingga Jepara.
Ratu Kalinyamat beserta suami dan rombongan   ketika dalam perjalanan pulang dihadang oleh para pengikut Arya Penangsang. Terjadilah perkelahian yang hebat. Ratu Kalinyamat, yang nama aslinya adalah  Retna Kencana  tampak tegar dan cekatan dalam menghindari  dan memukul lawannya. Pangeran Hadiri dan pengawalnya dengan gigih melawan serangan-serangan para Soreng  yang ingin membunuhnya. Sayang,  dalam penghadangan tersebut Pangeran Hadiri terluka oleh Keris Brongot Setan Kober sehingga darah segar bercucuran.  Namun Pangeran Hadiri masih tetap bertahan hingga meneruskan perjalanan
sampai ke Kalinyamat.
Beberapa hari kemudian luka Pangoan Hadiri bukannya membaik tetapi  semakin parah. Berbagai upaya untuk menyembuhkan luka akibat tusukan Keris Brongot Setan Kober sudah dilakukan, namun takdir yang  menentukan Tuhan. Pangeran Hadiri wafat. Dengan  meninggalnya suami yang tercinta membuat Ratu  Kalinyamat  sangat  bersedih. Sebagai wujud rasa bhakti dan hormat seorang istri kepada suami tercinta, Ratu Kalinyamat memutuskan pergi ke Bukit Danaraja (Jepara)   untuk “tapa telanjang” yang artinya menanggalkan busana kebesaran   kerajaan  dan  semua melepas perhiasan.  Ratu Kalinyamat mengenakan busana sangat sederhana dengan hati yang sabar memohon keadilan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Sultan Hadiwijaya dengan diikuti Ki Pemanahan, Ki Penjawi, dan Ki Jurumertani pergi ke Bukit Danaraja menemui Ratu Kalinyamat dengan maksud untuk menyampaikan rasa bela sungkawa dan membujuk sang Ratu agar mau kembali ke Demak. Ratu Kalinyamat tidak mau  pulang ke Demak maupun ke Dalem Kalinyamat dan tetap menjalani bertapa sampai dengan lenyapnya Arya Penangsang dari bumi. Mendengar penuturan Sang Ratu  Kalinyamat  yang menyentuh perasaan, Sultan Hadiwijaya mengadakan sayembara bahwa barang siapa yang berhasil menaklukan Jipang Panolan dan menangkap Arya Penangsang akan mendapat hadiah Bumi Pati  dan Alas Mentaok.
Baru saja  sayembara selesai diumumkan, sudah ada laporan bahwa Arya Penangsang menantang perang tanding dengan Sultan Hadiwijaya. Mendengar laporan tersebut  hati Sultan Hadiwijaya panas membara dan ingin segera berangkat sendiri untuk menemui Arya Penangsang. Ki Jurumertani  memberi saran agar Ki Penjawi, Ki Pemanahan dan Danang Sutawujaya dan dia sendiri duperkenankan ikut mengawal. Perang antara Jipang dengan Pajang yang sebenarnya masih ada hubungan keluarga akan benar-benar terjadi. Sebagai panglima perang ditunjuk Ki Penjawi dan Ki Pemanahan. Dengan membawa Tombak Kyai Pleret serta perbekalan perang rombongan menuju perbatasan menghadang Pasukan Arya Penangsang.
Di perbatasan Jipang, Arya Penangsang yang dikawal pasukan Soreng sudah lama menunggu. Dengan naik Kuda Gagakrimang dan Keris Kyai Brongot Setan Kober yang terselip di pinggangnya, Arya Penangsang sesumbar dengan sangat sombong. Tak berapa lama pasukan  Pajang tiba dengan gagah  berani. Arya Penangsang sesumbar lagi. Ki Penjawi tidak mudah terpancing emosi. Ia tidak gegabah namun memakai pemikiran  dan strategi yang  cermat.
Setelah persiapan  matang, sebagai panglima perang Ki Penjawi memberi komando   serbu. Kurang  dari hitungan satu detik, pecahlah perang antara Jipang Panolan dengan Pajang. Perkelahian  sengit tak dapat dihindarkan. Banyak prajurit yang gugur di  tengah palagan.  Itulah  sebuah resiko  peperangan. dalam pertempuran tersebut Arya Penangsang terkena tusukan tombak Kyai Pleret yang dihunjamkan oleh Danang Sutawijaya hingga ususnya terburai keluar. Seketika itu juga Arya Penangsang ingin membunuh Danang Sutawijya. Maka keris yang ada dipinggangnya dihunus, putuslah usus Arya Penangsang oleh  Keris Kyai Brongot Setan Kober kerisnya sendiri. Arya Penangsang jatuh dari kuda Gagakrimang dan akhirnya tewas.
Sebagai tanda bukti pertanggungjawaban setelah menjalankan tugas, Ki Penjawi  segera melapor kepada   Sultan Hadiwijaya. Dalam laporannya Ki Penjawi menyampaikan dua hal. Yang pertama segala kekurangan   adalah menjadi  tanggungjawab Ki Penjawi selaku pimpinan perang. Yang kedua, keberhasilan melumpuhkan Jipang dan menewaskan Arya Penangsang adalah keberhasilan  bersama yaitu Danang Sutawijaya, Ki  Juru Mertani, Ki Pemanahan, dan Ki Penjawi.
Sultan Hadiwijaya  mengucapkan  terima kasih kepada  semua pihak yang telah menyelesaikan  tugas dargan hasil yang gemilang. Perseteruan  antara Jipang dan Pajang sudah tidak ada lagi sehingga rasa persahabatan untuk hidup aman dapat terwujud. Seperti telah dijanjikan dalam sayembara, sebagai hadiah Hadiwijaya memberi  jabatan Patih Pajang kepada Ki Juru Mertani, Alas  Mentaok kepada Ki Pemanahan, dan Bumi Pati kepada Ki Penjawi.
Pada hari yang baik Ki Penjawi berangkat menjalankan tugas baru yaitu memimpin bumi Pati dengan rasa senang hati dan penuh tanggung jawab. Rakyat Pati menerima Ki Ageng Penjawi dengan ramah dan setukus hati. Tidak mempermasalahkan asal-usul apakah putra asli daerah atau bukan. Begitu juga Ki Penjawi tidak mempunyai sikap yang sombong, melainkan merendah, ramah, dan tidak membeda-bedakan satu sama lain.
Sebagai pemimpin baru, Ki Penjawi tidak segan-segan untuk berkunjung kepada tokoh rakyat Pati diantaranya Ki Gede Ragawangsa, Ki Gede Jiwanala, Ki Gede Plangitan, dan Ki Gede Jambean. Mereka dimintai masukan  tentang kondisi daerah Pati guna menyusun langkah-langkah menetukan kebijakan. Langkah awal Ki Penjawi dalam memerintah Pati adalah menata punggawanya. Semua pejabat dari tingkat rendah hingga tertinggi harus memenuhi tiga syarat yaitu jujur, disilpin dan ahli dalam bidang tugasnya.
Ki Ageng Penjawi dalam membangun mengutamakan bidang pertanian karena sebagian besar rakyat Pati adalah petani. Mereka ada yang menekuni bidang peternakan, perikanan dan bercocok tanam.
Setiap bidang garapan dikerjakan oleh ahlinya, sehingga kalau ada permasalahan bisa diselesaikan dengan baik. Daerah Pati perkembangannya sangat pesat. Rakyat Pati bekerja dengan penuh semangat disertai perasaan aman dibawah kepemimpinan Ki Ageng Penjawi.

0 komentar: