Ki Ageng
Penjawi bersama Pemanahan dan Jurumertani ketika masih muda, pemah berguru
kepada Ki Ageng Sela. Mereka bertiga disebut tiga serangkai, yang masih
keturunan Raja Brawijaya V atau Prabu Kertabumi yang bertahta pada tahun l468 –
l478 M.
Silsilah
KiAgeng Penjawi adalah sebagai berikut:Raja Brawijaya V berputra Raden Bondan
Kejawan. Raden Bondan Kejawan mempunyai tiga putra yang bungsu putri bernama
Rara Kasihan diperistri Ki Ageng Ngerang. Pasangan antara Ki Ageng Ngerang
dengan Rara Kasihan ini menurunkan dua putra orang yaitu Ki Ageng Ngerang II
dan seorang putri (diperistri Ki Ageng Sela). Ki Ageng Ngerang II
mempunyai putra empat yaitu Ki Ageng Ngerang III, Ki Ageng Ngerang IV, Ki Ageng
Ngerang V, dan Pangeran Kalijenar. Ki Ageng Ngerang III mempunyai putra bernama
Penjawi.
Silsilah Ki Ageng Pemanahan
sebagai berikut : Putra Raden Bondan Kejawan yang nomor dua bernama Ki Ageng
Getas Pandawa. Ki Ageng Getas Pandawa berputra Ki Ageng Sela.
Ki Ageng Sela berputra Ki Ageng Enis. Ki Ageng Enis menurunkan putra bernama Pemanahan.
Ki Ageng Sela berputra Ki Ageng Enis. Ki Ageng Enis menurunkan putra bernama Pemanahan.
Silsilah
Ki Jurumertani sebagai berikut : putra Raden Bondan Kejawan yang tertua adalah
Ki Ageng Wanasaba. Ki Ageng Wanasaba berputra Pangeran Made Pandan
I. Pangeran Made Pandan I berputra Ki Ageng Pakringan yang mempunyai isri
bemama Rara Janten. Dari pasangan ini mempunyai empat putra yaitu
Ageng Nyai Laweh, Nyai Manggar, Putri, dan Jurumertani.
Ki Ageng
Penjawi, Ki Ageng Pemanahan dan Ki Jurumertani yang masih keturunan Raja
Brawijaya tersebut mempunyai peran besar dalam rangka ikut menyelesaikan
konflik keluarga Kerajaan Demak yang memakan korban besar.
Kabut
tebal menyelimuti bumi sebuah Demak dalam perebutan kekuasaan. Hal tersebut
dipicu ulah Bupati Jipang Panolan bemama Arya Penangsang putra yang tidak
lain adalah Pangeran Suryawiyata (Pangeran Sedalepen). Arya Penangsang hatinya
kecewa setelah mengetahui bahwa sebenamya yang bakal naik tahta mengganti
Sultan di Demak sepeninggal Sultan Trenggono adalah dirinya, tetapi yang
diangkat justru Jaka Tingkir yang hanya putera menantu Sultan
Trenggono.
Kekecewaan
Arya Penangsang memunculkan niat jahat untuk membunuh semua keturunan
Sultan Trenggono. Untuk mewujudkan cita-cita tidak baik yang itu Arya
Penangsang mengadakan pertemuan yang dihadiri oleh laskar Soreng.
Di hadapan para Soreng, Arya Penangsang memerintahkan untuk membunuh secara
besar-besaran. Pertama kali yang harus dibunuh adalah Pangeran Mukmin
beserta istrinya, sebagai balas dendam, karena diketahui bahwa yang melakukan pembunuhan
terhadapPangeran Suryawiyata adalah Pangeran Mukmin. Yang
kedua, adalah menghabisi Pangeran Hadiri, suami Ratu Kalinyamat. Adapun
Sultan Pajang akan dihabisi sendiri oleh Arya Penangsang. Setelah memahami
perintah Arya Penangsang, para Soreng mohon pamit untuk melaksanakan tugas
sesuai yang diembannya.
Para
dengan membawa Soreng Keris Brongot Setan Kober tidak mengalami kesulitan
untuk melakukan aksinya. Bahkan, rakyat kecil yang dicurigai memihak Jaka
Tingkir atau Sultan Hadiwijaya dibunuh juga. Setelah berhasil membunuh
Pangeran Mukmin, para Soreng bergerak memburu Pangeran
Hadiri dan Ratu Kalinyamat yang sedang menghadap Sunan Kudus.
Beberapa hari para Soreng mengadakan pengintaian dan pencegatan sepanjang
jalan antara Kudus hingga Jepara.
Ratu Kalinyamat
beserta suami dan rombongan ketika dalam perjalanan pulang dihadang oleh
para pengikut Arya Penangsang. Terjadilah perkelahian yang hebat. Ratu
Kalinyamat, yang nama aslinya adalah Retna Kencana tampak tegar dan
cekatan dalam menghindari dan memukul lawannya. Pangeran Hadiri dan
pengawalnya dengan gigih melawan serangan-serangan para Soreng yang ingin
membunuhnya. Sayang, dalam penghadangan tersebut Pangeran Hadiri terluka
oleh Keris Brongot Setan Kober sehingga darah segar bercucuran. Namun
Pangeran Hadiri masih tetap bertahan hingga meneruskan perjalanan
sampai ke Kalinyamat.
sampai ke Kalinyamat.
Beberapa
hari kemudian luka Pangoan Hadiri bukannya membaik tetapi semakin parah.
Berbagai upaya untuk menyembuhkan luka akibat tusukan Keris Brongot Setan Kober
sudah dilakukan, namun takdir yang menentukan Tuhan. Pangeran Hadiri
wafat. Dengan meninggalnya suami yang tercinta membuat Ratu
Kalinyamat sangat bersedih. Sebagai wujud rasa bhakti dan hormat
seorang istri kepada suami tercinta, Ratu Kalinyamat memutuskan pergi ke Bukit
Danaraja (Jepara) untuk “tapa telanjang” yang artinya menanggalkan
busana kebesaran kerajaan dan semua melepas
perhiasan. Ratu Kalinyamat mengenakan busana sangat sederhana dengan hati
yang sabar memohon keadilan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Sultan
Hadiwijaya dengan diikuti Ki Pemanahan, Ki Penjawi, dan Ki Jurumertani pergi ke
Bukit Danaraja menemui Ratu Kalinyamat dengan maksud untuk menyampaikan rasa
bela sungkawa dan membujuk sang Ratu agar mau kembali ke Demak. Ratu Kalinyamat
tidak mau pulang ke Demak maupun ke Dalem Kalinyamat dan tetap menjalani
bertapa sampai dengan lenyapnya Arya Penangsang dari bumi. Mendengar penuturan
Sang Ratu Kalinyamat yang menyentuh perasaan, Sultan Hadiwijaya
mengadakan sayembara bahwa barang siapa yang berhasil menaklukan Jipang Panolan
dan menangkap Arya Penangsang akan mendapat hadiah Bumi Pati dan Alas
Mentaok.
Baru
saja sayembara selesai diumumkan, sudah ada laporan bahwa Arya Penangsang
menantang perang tanding dengan Sultan Hadiwijaya. Mendengar laporan
tersebut hati Sultan Hadiwijaya panas membara dan ingin segera berangkat
sendiri untuk menemui Arya Penangsang. Ki Jurumertani memberi saran
agar Ki Penjawi, Ki Pemanahan dan Danang Sutawujaya dan dia sendiri
duperkenankan ikut mengawal. Perang antara Jipang dengan Pajang yang sebenarnya
masih ada hubungan keluarga akan benar-benar terjadi. Sebagai panglima perang
ditunjuk Ki Penjawi dan Ki Pemanahan. Dengan membawa Tombak Kyai Pleret serta
perbekalan perang rombongan menuju perbatasan menghadang Pasukan Arya
Penangsang.
Di
perbatasan Jipang, Arya Penangsang yang dikawal pasukan Soreng sudah lama
menunggu. Dengan naik Kuda Gagakrimang dan Keris Kyai Brongot Setan Kober yang
terselip di pinggangnya, Arya Penangsang sesumbar dengan sangat sombong.
Tak berapa lama pasukan Pajang tiba dengan gagah berani. Arya
Penangsang sesumbar lagi. Ki Penjawi tidak mudah terpancing emosi. Ia
tidak gegabah namun memakai pemikiran dan strategi yang cermat.
Setelah
persiapan matang, sebagai panglima perang Ki Penjawi memberi
komando serbu. Kurang dari hitungan satu detik, pecahlah
perang antara Jipang Panolan dengan Pajang. Perkelahian sengit tak dapat
dihindarkan. Banyak prajurit yang gugur di tengah palagan. Itulah
sebuah resiko peperangan. dalam pertempuran tersebut Arya Penangsang
terkena tusukan tombak Kyai Pleret yang dihunjamkan oleh Danang Sutawijaya
hingga ususnya terburai keluar. Seketika itu juga Arya Penangsang ingin
membunuh Danang Sutawijya. Maka keris yang ada dipinggangnya dihunus, putuslah
usus Arya Penangsang oleh Keris Kyai Brongot Setan Kober kerisnya
sendiri. Arya Penangsang jatuh dari kuda Gagakrimang dan akhirnya tewas.
Sebagai
tanda bukti pertanggungjawaban setelah menjalankan tugas, Ki Penjawi
segera melapor kepada Sultan Hadiwijaya. Dalam laporannya Ki Penjawi
menyampaikan dua hal. Yang pertama segala kekurangan adalah
menjadi tanggungjawab Ki Penjawi selaku pimpinan perang. Yang
kedua, keberhasilan melumpuhkan Jipang dan menewaskan Arya Penangsang
adalah keberhasilan bersama yaitu Danang Sutawijaya, Ki Juru
Mertani, Ki Pemanahan, dan Ki Penjawi.
Sultan
Hadiwijaya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah menyelesaikan tugas dargan hasil yang gemilang. Perseteruan
antara Jipang dan Pajang sudah tidak ada lagi sehingga rasa persahabatan untuk
hidup aman dapat terwujud. Seperti telah dijanjikan dalam sayembara, sebagai
hadiah Hadiwijaya memberi jabatan Patih Pajang kepada Ki Juru Mertani,
Alas Mentaok kepada Ki Pemanahan, dan Bumi Pati kepada Ki Penjawi.
Pada hari
yang baik Ki Penjawi berangkat menjalankan tugas baru yaitu memimpin bumi Pati
dengan rasa senang hati dan penuh tanggung jawab. Rakyat Pati menerima Ki Ageng
Penjawi dengan ramah dan setukus hati. Tidak mempermasalahkan asal-usul apakah
putra asli daerah atau bukan. Begitu juga Ki Penjawi tidak mempunyai sikap yang
sombong, melainkan merendah, ramah, dan tidak membeda-bedakan satu sama lain.
Sebagai
pemimpin baru, Ki Penjawi tidak segan-segan untuk berkunjung kepada tokoh
rakyat Pati diantaranya Ki Gede Ragawangsa, Ki Gede Jiwanala, Ki Gede
Plangitan, dan Ki Gede Jambean. Mereka dimintai masukan tentang kondisi
daerah Pati guna menyusun langkah-langkah menetukan kebijakan. Langkah awal Ki
Penjawi dalam memerintah Pati adalah menata punggawanya. Semua pejabat dari
tingkat rendah hingga tertinggi harus memenuhi tiga syarat yaitu jujur,
disilpin dan ahli dalam bidang tugasnya.
Ki Ageng
Penjawi dalam membangun mengutamakan bidang pertanian karena sebagian besar
rakyat Pati adalah petani. Mereka ada yang menekuni bidang peternakan,
perikanan dan bercocok tanam.
Setiap
bidang garapan dikerjakan oleh ahlinya, sehingga kalau ada permasalahan bisa
diselesaikan dengan baik. Daerah Pati perkembangannya sangat pesat. Rakyat Pati
bekerja dengan penuh semangat disertai perasaan aman dibawah kepemimpinan Ki
Ageng Penjawi.
0 komentar:
Posting Komentar