Kamis, 16 Februari 2012

Fakta Sang Juara Era Perserikatan


Revisi Fakta Juara-Juara Perserikatan
MENARIK sekali membaca daftar juara kompetisi Perserikatan dan Galatama yang disajikan redaksi TopSkor pada rubrik “TopSkor Mania” edisi Kamis, 10 Mei 2007. Akan tetapi, sebagai penulis, saya tak setuju dengan adanya istilah “tidak diselenggarakan”. Alasannya, berdasarkan penelusuran data yang penulis lakukan, penyelenggaraan kompetisi di Indonesia memang lain daripada yang lain, dalam arti bahwa penyelenggaraan kompetisi tersebut disesuaikan dengan program kegiatan yang direncanakan. Sebagai penyempurnaannya, kita dapat mengamati perjalanan Liga Indonesia yang berlangsung dari tahun ke tahun alias tanpa jeda.
Untuk memahaminya, marilah kita mencermati tahun penyelenggaraan kompetisi. Kalau kita menyebut Kejurnas PSSI, yang dalam perkembangannya dikenal dengan kompetisi Perserikatan, antara tahun 1980 dan tahun 1983 misalnya, haruskah kita menulis tahun 1981-1982 dengan keterangan “tidak diselenggarakan”? Lalu, bagaimana kita menafsirkan kompetisi Galatama 1983/1984 dan 1984? Apakah kedua periode (musim) Galatama tersebut dilakukan dua kali dalam satu tahun?
Fakta yang ada menyebutkan bahwa Perserikatan 1980 berlangsung pada 21-31 Agustus 1980, sedangkan Perserikatan 1983 berlangsung pada 21 September sampai 10 November 1983. Penulisan tahun untuk kedua kompetisi Perserikatan itu berlangsung pada tahun yang sama, yaitu awal dan akhir penyelenggaraan. Untuk pengertian yang sama, kita pun dapat menyebut bahwa Galatama 1983/1984 berlangsung pada 30 November 1983 sampai 20 Mei 1984, sedangkan Galatama 1984 berlangsung pada 4 Agustus sampai 29 November 1984.
Oleh karena itu, marilah kita menyimak penyelenggaraan kompetisi (khususnya Perserikatan) dari masa ke masa. Untuk melihat kompetisi Perserikatan dalam kurun waktu 1931-1943 memang cukup sulit karena keterbatasan sumber data. Salah satu fakta yang ada mengungkapkan bahwa ada kalanya tidak semua tim anggota PSSI turut serta dalam kompetisi PSSI. VIJ dan PPVIM yang keduanya merupakan anggota PSSI dari Jakarta misalnya, ternyata hanya PPVIM sebagai wakil Jakarta yang ikut serta pada kompetisi tahun 1939.
Pascaproklamasi kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945, PSSI baru menyelenggarakan kompetisinya pada 1951. Lalu, bagaimana seandainya kita menyebut bahwa cabang sepakbola Pekan Olahraga Nasional (PON) I/1948 dianggap berbarengan sebagai kompetisi Perserikatan? Penulis sendiri berpendapat bahwa kompetisi Perserikatan edisi perdana setelah berdirinya kembali PSSI ialah pada tahun 1951 karena penyelenggaraan Kejurnas PSSI 1951 merupakan amanat Kongres PSSI yang digelar di Semarang pada 2-4 September 1950.
Lalu, jika Kejurnas PSSI bermula pada tahun 1951, bagaimana dengan tahun 1950? Pada masa ini, penulis hanya mempunyai sedikit celah informasi. Pada masa Republik Indonesia Serikat (RIS), NIVU masih menyelenggarakan kompetisi ISNIS/VUVSI (Ikatan Sepakbola Negara Indonesia Serikat/Voetbal Uni Verenigde Staten van Indonesie). Pesertanya, antara lain VBO Jakarta (pesaing VIJ/Persija sebagai anggota PSSI), VBBO Bandung (pesaing Persib), VSO Semarang (pesaing PSIS), dan SVB (pesaing SIVB/Persebaya). Dalam kompetisi NIVU pasca-RI berdiri yang hanya diselenggarakan sebanyak dua kali (1949 dan 1950) itu, SVB keluar sebagai juara dua kali berturut-turut.
Pada masa itu, setelah RI kembali menjadi negara kesatuan, media massa sempat simpang siur dalam pemberitaannya, seperti Persebaya yang juara Perserikatan PSSI pada tahun 1952 dianggapnya sebagai juara untuk yang keempat kali, yakni 1949 dan 1950 (SVB) serta 1951 dan 1952 (SIVB/Persebaya). Dalam perkembangannya, ada “ralat”, yakni bahwa Persebaya hanya juara sebanyak dua kali (1951 dan 1952). Adanya anggapan empat kali juara itu, penulis pun akhirnya dapat memahami setelah dalam perkembangan berikutnya menemukan fakta bahwa SVB dan SIVB ternyata melebur menjadi Persebaya dan tanggal berdirinya SIVB (18 Juni 1927) disepakati sebagai tanggal berdirinya Persebaya.
Kompetisi NIVU dan PSSI tentu berbeda meskipun setelah negara kita menjadi NKRI kembali ada fakta yang mengiringi: VBO “dilikuidasi” dan para pemainnya disetujui untuk bergabung ke Persija, VBBO membubarkan diri sehingga di Bandung hanya ada Persib, serta SIVB dan SVB melebur menjadi Persebaya.
Masih pada tahun 1950 ada data yang menyebutkan bahwa Persib sebagai juara. Penulis menduga bahwa Persib menjadi juara dalam rangka menyemarakkan Kongres PSSI pada 2-4 September 1950 di Semarang. Kongres tersebut merupakan yang pertama sejak Indonesia merdeka. Karena itu, tidak mengherankan jika ada media yang menyatakan bahwa pada tahun 1950 Persib menjadi juara PSSI tidak resmi, karena Kejurnas PSSI baru dimulai pada 1951.
Setelah masa itu, Indonesia berada pada masa normal, dalam arti satu Indonesia. Bukan lagi RIS dan RI Yogya, tetapi NKRI, seakan-akan pemberitaan pun menjadi normal. Setelah sukses menyelenggarakan Kejurnas PSSI 1951 dan 1952, PSSI pun melanjutkan ke Kejurnas 1954, 1957, 1959, 1961, dan 1964. Penulisan tahun tersebut sesungguhnya merupakan hanya untuk tingkat nasional karena kompetisi PSSI belum mengenal pembagian divisi. Setiap tim harus berjuang lebih dahulu dari bawah. Istilahnya dari kampung ke kampung. Kalaupun ada pengecualian bagi juara bertahan dan tim-tim teratas lainnya, hal tersebut disesuaikan dengan sistem kompetisi yang berlaku (dan maaf, selalu berubah-ubah!). Karena tulisan tahun tersebut untuk menggambarkan tingkat nasional, kita pun dapat menulisnya, seperti 1957-1959 (juara: PSM) dan 1959-1961.
Akan tetapi, kita harus berhati-hati dan mencermatinya. Ada kalanya (bahkan seringkali) Kejurnas yang berakhir pada tahun 1959 pun misalnya, (juaranya PSM), ditulis 1959-1961. Hasilnya, cukup membingungkan, bukan? Siapa yang menjadi juara, PSM atau Persib? Bahkan ada yang fatal pada tahun 1970-an, yakni ketika periode kompetisi 1975-1977 ditulis 1977. Padahal, kompetisi dimaksud berakhir pada tahun 1978 (baca: 1975-1978) yang dijuarai Persebaya. Lalu, adakah pihak yang dapat mempertanggungjawabkan bahwa pada tahun 1977 ada juaranya?
Kembali ke kompetisi tahun 1960-an, setelah Kejurnas PSSI 1964, ternyata PSSI mulai menyegarkan kembali sistem kompetisinya. Kita dapat melihat bahwa kompetisi tidak perlu menunggu 2-3 tahun sekali seperti biasanya, tetapi cukup setahun sekali, yaitu 1964/1965, 1965/1966, dan 1966/1967. Alasannya, melalui percepatan kompetisinya, PSSI berencana untuk menyeleksi para pemain guna pembentukan tim nasional ke Ganefo II yang direncanakan berlangsung pada tahun 1967 di Kairo, Mesir (sebagai catatan, Ganefo I/1963 berlangsung di Jakarta, Indonesia). Sayang, karena keadaan sosio-politik yang berubah, Ganefo II/1967 pun tidak terlaksana.
Ada fakta “baru” yang penulis temukan setelah itu, yakni ada Kejurnas PSSI 1967-1969 di antara 1966-1967 dan 1969-1971. Hasilnya, PSMS tercatat sebagai satu-satunya tim yang menjuarai kompetisi Perserikatan tiga kali berturut-turut (1967, 1969, dan 1971). Demikian sedikit fakta (informasi) sebagai hasil penelusuran penulis.

0 komentar: