Revisi Fakta
Juara-Juara Perserikatan
MENARIK sekali membaca daftar
juara kompetisi Perserikatan dan Galatama yang disajikan redaksi TopSkor pada
rubrik “TopSkor Mania” edisi Kamis, 10 Mei 2007. Akan tetapi, sebagai penulis,
saya tak setuju dengan adanya istilah “tidak diselenggarakan”. Alasannya,
berdasarkan penelusuran data yang penulis lakukan, penyelenggaraan kompetisi di
Indonesia memang lain daripada yang lain, dalam arti bahwa penyelenggaraan
kompetisi tersebut disesuaikan dengan program kegiatan yang direncanakan.
Sebagai penyempurnaannya, kita dapat mengamati perjalanan Liga Indonesia yang
berlangsung dari tahun ke tahun alias tanpa jeda.
Untuk memahaminya, marilah kita
mencermati tahun penyelenggaraan kompetisi. Kalau kita menyebut Kejurnas PSSI,
yang dalam perkembangannya dikenal dengan kompetisi Perserikatan, antara tahun
1980 dan tahun 1983 misalnya, haruskah kita menulis tahun 1981-1982 dengan
keterangan “tidak diselenggarakan”? Lalu, bagaimana kita menafsirkan kompetisi
Galatama 1983/1984 dan 1984? Apakah kedua periode (musim) Galatama tersebut
dilakukan dua kali dalam satu tahun?
Fakta yang ada menyebutkan
bahwa Perserikatan 1980 berlangsung pada 21-31 Agustus 1980, sedangkan
Perserikatan 1983 berlangsung pada 21 September sampai 10 November 1983.
Penulisan tahun untuk kedua kompetisi Perserikatan itu berlangsung pada tahun
yang sama, yaitu awal dan akhir penyelenggaraan. Untuk pengertian yang sama,
kita pun dapat menyebut bahwa Galatama 1983/1984 berlangsung pada 30 November
1983 sampai 20 Mei 1984, sedangkan Galatama 1984 berlangsung pada 4 Agustus
sampai 29 November 1984.
Oleh karena itu, marilah kita
menyimak penyelenggaraan kompetisi (khususnya Perserikatan) dari masa ke masa.
Untuk melihat kompetisi Perserikatan dalam kurun waktu 1931-1943 memang cukup
sulit karena keterbatasan sumber data. Salah satu fakta yang ada mengungkapkan
bahwa ada kalanya tidak semua tim anggota PSSI turut serta dalam kompetisi
PSSI. VIJ dan PPVIM yang keduanya merupakan anggota PSSI dari Jakarta misalnya,
ternyata hanya PPVIM sebagai wakil Jakarta yang ikut serta pada kompetisi tahun
1939.
Pascaproklamasi kemerdekaan
Republik Indonesia 17 Agustus 1945, PSSI baru menyelenggarakan kompetisinya
pada 1951. Lalu, bagaimana seandainya kita menyebut bahwa cabang sepakbola
Pekan Olahraga Nasional (PON) I/1948 dianggap berbarengan sebagai kompetisi
Perserikatan? Penulis sendiri berpendapat bahwa kompetisi Perserikatan edisi
perdana setelah berdirinya kembali PSSI ialah pada tahun 1951 karena
penyelenggaraan Kejurnas PSSI 1951 merupakan amanat Kongres PSSI yang digelar
di Semarang pada 2-4 September 1950.
Lalu, jika Kejurnas PSSI
bermula pada tahun 1951, bagaimana dengan tahun 1950? Pada masa ini, penulis
hanya mempunyai sedikit celah informasi. Pada masa Republik Indonesia Serikat
(RIS), NIVU masih menyelenggarakan kompetisi ISNIS/VUVSI (Ikatan Sepakbola
Negara Indonesia Serikat/Voetbal Uni Verenigde Staten van Indonesie).
Pesertanya, antara lain VBO Jakarta (pesaing VIJ/Persija sebagai anggota PSSI),
VBBO Bandung (pesaing Persib), VSO Semarang (pesaing PSIS), dan SVB (pesaing
SIVB/Persebaya). Dalam kompetisi NIVU pasca-RI berdiri yang hanya
diselenggarakan sebanyak dua kali (1949 dan 1950) itu, SVB keluar sebagai juara
dua kali berturut-turut.
Pada masa itu, setelah RI
kembali menjadi negara kesatuan, media massa sempat simpang siur dalam
pemberitaannya, seperti Persebaya yang juara Perserikatan PSSI pada tahun 1952
dianggapnya sebagai juara untuk yang keempat kali, yakni 1949 dan 1950 (SVB)
serta 1951 dan 1952 (SIVB/Persebaya). Dalam perkembangannya, ada “ralat”, yakni
bahwa Persebaya hanya juara sebanyak dua kali (1951 dan 1952). Adanya anggapan
empat kali juara itu, penulis pun akhirnya dapat memahami setelah dalam
perkembangan berikutnya menemukan fakta bahwa SVB dan SIVB ternyata melebur
menjadi Persebaya dan tanggal berdirinya SIVB (18 Juni 1927) disepakati sebagai
tanggal berdirinya Persebaya.
Kompetisi NIVU dan PSSI tentu
berbeda meskipun setelah negara kita menjadi NKRI kembali ada fakta yang
mengiringi: VBO “dilikuidasi” dan para pemainnya disetujui untuk bergabung ke
Persija, VBBO membubarkan diri sehingga di Bandung hanya ada Persib, serta SIVB
dan SVB melebur menjadi Persebaya.
Masih pada tahun 1950 ada data
yang menyebutkan bahwa Persib sebagai juara. Penulis menduga bahwa Persib
menjadi juara dalam rangka menyemarakkan Kongres PSSI pada 2-4 September 1950
di Semarang. Kongres tersebut merupakan yang pertama sejak Indonesia merdeka.
Karena itu, tidak mengherankan jika ada media yang menyatakan bahwa pada tahun
1950 Persib menjadi juara PSSI tidak resmi, karena Kejurnas PSSI baru dimulai
pada 1951.
Setelah masa itu, Indonesia
berada pada masa normal, dalam arti satu Indonesia. Bukan lagi RIS dan RI
Yogya, tetapi NKRI, seakan-akan pemberitaan pun menjadi normal. Setelah sukses
menyelenggarakan Kejurnas PSSI 1951 dan 1952, PSSI pun melanjutkan ke Kejurnas
1954, 1957, 1959, 1961, dan 1964. Penulisan tahun tersebut sesungguhnya
merupakan hanya untuk tingkat nasional karena kompetisi PSSI belum mengenal
pembagian divisi. Setiap tim harus berjuang lebih dahulu dari bawah. Istilahnya
dari kampung ke kampung. Kalaupun ada pengecualian bagi juara bertahan dan
tim-tim teratas lainnya, hal tersebut disesuaikan dengan sistem kompetisi yang
berlaku (dan maaf, selalu berubah-ubah!). Karena tulisan tahun tersebut untuk
menggambarkan tingkat nasional, kita pun dapat menulisnya, seperti 1957-1959
(juara: PSM) dan 1959-1961.
Akan tetapi, kita harus
berhati-hati dan mencermatinya. Ada kalanya (bahkan seringkali) Kejurnas yang
berakhir pada tahun 1959 pun misalnya, (juaranya PSM), ditulis 1959-1961.
Hasilnya, cukup membingungkan, bukan? Siapa yang menjadi juara, PSM atau
Persib? Bahkan ada yang fatal pada tahun 1970-an, yakni ketika periode kompetisi
1975-1977 ditulis 1977. Padahal, kompetisi dimaksud berakhir pada tahun 1978
(baca: 1975-1978) yang dijuarai Persebaya. Lalu, adakah pihak yang dapat
mempertanggungjawabkan bahwa pada tahun 1977 ada juaranya?
Kembali ke kompetisi tahun
1960-an, setelah Kejurnas PSSI 1964, ternyata PSSI mulai menyegarkan kembali
sistem kompetisinya. Kita dapat melihat bahwa kompetisi tidak perlu menunggu
2-3 tahun sekali seperti biasanya, tetapi cukup setahun sekali, yaitu
1964/1965, 1965/1966, dan 1966/1967. Alasannya, melalui percepatan
kompetisinya, PSSI berencana untuk menyeleksi para pemain guna pembentukan tim
nasional ke Ganefo II yang direncanakan berlangsung pada tahun 1967 di Kairo,
Mesir (sebagai catatan, Ganefo I/1963 berlangsung di Jakarta, Indonesia). Sayang,
karena keadaan sosio-politik yang berubah, Ganefo II/1967 pun tidak terlaksana.
Ada fakta “baru” yang penulis
temukan setelah itu, yakni ada Kejurnas PSSI 1967-1969 di antara 1966-1967 dan
1969-1971. Hasilnya, PSMS tercatat sebagai satu-satunya tim yang menjuarai
kompetisi Perserikatan tiga kali berturut-turut (1967, 1969, dan 1971).
Demikian sedikit fakta (informasi) sebagai hasil penelusuran penulis.
0 komentar:
Posting Komentar